Kecerdasan Boleh Artifisial, Kopi Jangan

Meski saya jarang ngopi, namun perannya penting dalam keseharian saya. Sama halnya dengan Artifial Intelligence akhir-akhir ini yang biasa saya pakai.

Saat saya masih usia SD, sama sekali tidak pernah terpikir bahwa kecerdasan yang dimiliki manusia (yang terwakilkan oleh bahasa yang terpola) ternyata bisa di-copy, ke dalam mesin melalui proses replika data yang ditata sedimikian rupa ke dalam algoritma. Sehingga dapat diakses secara cepat kapan pun dibutuhkan lewat input bahasa manusia. Wih, joss!

Seandainya karakter khas kopi bisa di-copy juga ke medium lain, misalnya pasir dan butiran debu. Atau ke dalam algoritma mesin sekalipun, saya tidak akan kagum (setidaknya untuk saat ini). Meski saya bukan golongan penikmat kopi ala hipster. Saya lebih suka kopi yang otentik. Cukup gini aja udah joss, kok.

Pasar Malem, Creativity in the Darkness

Hampir di setiap tempat di Jawa Tengah yang pernah dan sedang saya tinggali ada Pasar Malem. Bukan pasar biasa, tapi tempat dijajakannya aneka makanan, pakaian, barang-barang unik, hingga ragam pilihan permainan di waktu tertentu.

Meski terkesan klasik, namun rasanya sayang sekali untuk tidak berkunjung. Melangkah ke Pasar Malem tak perlu planning yang ruwet. Cukup bawa outfit celana pendek dikombinasikan dengan jaket dan sandal gunung. Uang yang dibawa pun gak harus banyak. Yang penting cukup buat beli martabak dan paket aksesoris limaribuan.

Berkeliling di Pasar Malem berasa larut dalam gairah kreativitas. Tak jarang saya jumpai para pedagang pakai jurus kreatif untuk menarik pembeli. Barang-barang yang dijual pun kadang unik-unik, seperti kaus kaki trendi ini.

Dari Siapa Kita Belajar Zuhud?

Barusan di feed IG saya menampilkan sebuah post dari akun (at)inewsdotid. Di situ ditampilkan sebuah foto seorang pemimpin organisasi masyarakat. Di bawah foto ada tulisan ‘PBNU soal Izin Kelola Tambang: Organisasi Keagamaan Butuh Biaya’.

Di kalangan sufi Islam, ada istilah zuhud. “Istilah Islami untuk asketisisme adalah zuhud”, dari Wikipedia. Menyambung informasi di atas, lalu saya bertanya di dalam hati: Dari siapa kita belajar zuhud?

Pagi yang Sederhana: Nonton Video Sapi Lepas

Mereview kembali apa yang diinginkan anak perempuan saya pagi tadi membuat saya agak tersenyum senang.

Betapa tidak, hal sederhana, cuma nonton 4 atau 5 video sapi lepas di reels Instagram sudah cukup membuat dia senang. Barangkali seperti inilah cara anak belajar dengan caranya sendiri.

Katanya, Budhe Nana (tetangga di perumahan) tadi malam sempat memperlihatkan video sapi lepas.

Mungkin masih ada endapan rasa penasaran. Pagi tadi saat dia ikut ndusel saat saya memantau update harian di handphone, tiba-tiba bilang, “Papa, mau lihat sapi lepas di jalan. Kata Budhe Nana bla bla bla….”.